I. Needs
Hierarcical
à Abrahm Maslow (Dodge,
Diana & Colker, 1999, h. 19)
A. Basis Teori
Pengembangan Kurikulum
Hirarki ini menunjukkan bahwa kebutuhan “kognitif”
(keingintahuan, memahami dan mengeksplor) terdapat pada level kelima yang cukup
tinggi. Sebelum anak sampai pada kebutuhan ini ada empat tahap lain yang harus
dilaluinya, yaitu:
1. Kebutuhan fisik
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan dasar pada semua makhluk hidup. Anak yang datang ke
sekolah dengan rasa lapar akan fokus pada rasa lapar itu. Pada beberapa program PAUD disediakan
sarapan, snack dan makan siang.
2. Keamanan
Keamanan
adalah kebutuhan akan rasa aman, bebas dari bahaya. Ketika anak-anak memasuki
lingkungan asing Ia perlu mengetahui bahwa tempat itu aman baginya. Sebagai
guru kita harus melindungi dan menjaganya selama dia berada di sekolah. Merasa
aman akan memungkinkan anak untuk mengeksplor lingkungan yang kaya.
3. Belongingness
Rasa
diterima dan dicintai hadir setelah merasa aman. Kita mungkin memiliki anak di
kelas yang tidak merasa yakin bahwa mereka diterima dan dicintai. Hal ini harus
diusahakan agar anak dapat diterima dan disayangi orang dewasa di sekitarnya,
Anak sering menunjukkan perilaku menguji apakah mereka diterima. Mereka
berpura-pura melakukan sesuatu untuk menarik perhatian.
4. Harga diri
Harga diri
muncul dari pengalaman sehari-hari yang dikonfirmasi melalui kegiatan yang
dapat dilakukan anak. Ketika anak mendapat pengal;aman positif, harga diri
mereka tumbuh dan mereka menganggap diri mereka sebagai seseorang yang sukses
melakukan sesuatu. Jika anak-anak didominasi dengan pengalaman negatif mereka
akan merasa menderita. Mungkin penting bagi orang dewasa untuk memberi
(menyediakan) pengalaman positif dan berupaya membuat anak menjadi nyaman.
Maslow menyajikan hirarki kebutuhan
ini untuk mengindikasi bahwa kebutuhan dasar harus dipenuhi terlebih dahulu
pada anak-anak usia dini karena kebutuhan ini akan memengartuhi kebutuhan
berikutnya.
A. Contoh Program Kegiatan
Bermain
Komponen
|
Uraian
|
Rentang Usia
|
Early childhood (4-5 tahun)
|
Tujuan
|
·
Anak merasa aman di suatu tempat
·
Anak belajar untuk menggunakan benda dengan aman
·
Anak mampu menjaga ketertiban
·
Anak mampu mengekspresikan kegembiraannya
|
Materi
|
Bermain Pasir
|
Metode
|
Praktek
langsung
|
Media
|
Bak pasir dan peralatan pendukung untuk bermain di bak
pasir
|
Urutan Kegiatan Bermain
|
1.
Pendidik mengondisikan anak-anak untuk siap bermain
2.
Pendidik menjelaskan cara bermain
3.
Pendidik bersama anak menentukan aturan permainan
4.
Anak-anak diminta untuk mulai bermain di bak pasir
sesuai dengan imajinasinya
5.
Pendidik mengawasi dan memberikan bantuan/penjelasan
jika diperlukan
|
II.
Cognitive Development
Theory
à Piaget (Jackman, Hilda
L, 2012, hh.7-9)
A. Basis Teori
Pengembangan Kurikulum
Perkembangan
kognitif dideskripsikan sebagai kemahiran
intelektual pada informasi,
fakta atau data dan termasuk memberikan alasan, pengertian, pemecahan masalah,
dan kemahiran berbahasa. Piaget mendeskripsikan bahwa setiap anak menciptakan
imajinasi mentalnya sendiri terhadap dunia berdasarkan pemahamannya terhadap
lingkungan. Pengalaman
belajar anak terjadi melalui proses:
Asimilation
à
adalah sebuah proses yang terjadi ketika anak menyentuh (memegang), melihat,
atau pengalaman lain dan sebaliknya. Anak menambahkan informasi tersebut dalam
skemata.
Contoh:
·
Anak mendapatkan konsep
tentang bola (konsepnya bulat)
·
Anak melihat bola rugby
untuk pertama kali (lonjong dan tidak bulat)
·
Permainan bola kaki
menggunakan konsep bola (bulat) dan anak menambahkan konsep (lonjong) pada bola juga.
A
schema (Plural, skemata) adalah
cara terintegrasi pada berpikir atau membentuk pola mental.
Accomodation à terjadi
ketika skema dimodifikaasi
sebagai hasil dari pengalaman
Contoh:
·
Anak mempunyai konsep
tentang anjing yang termasuk hewan berkaki empat
·
Anak melihat
kucing untuk pertama kalinya dan mengatakan bahwa itu anjing. Ketika
selanjutnya dia mengetahui bahwa kucing bukan anjing dia mendapatkan kreasi
baru tentang kategori kucing
·
Dengan
kematangannya, proses akomodasi membuat anak mampu menciptakan konsep super
atau sebuah kategori yang luas dengan memasukan anjing dan kucing sebagai
hewan.
Equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang
antara struktur kognisi dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan
selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan
menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Adanya informasi baru disebabkan
oleh proses yang berulang kembali
Tahap perkembangan kognitif menurut
Jean piaget dibagi menjadi empat tahap, sebagai
berikut.
1. Tahap Sensori motor (lahir –
kira-kira 2 tahun)
Pada masa ini anak tumbuh dari bayi yang membutuhkan
bantuan menjadi anak yang dapat berjalan dan bicara. Bayi mulai belajar melalui
penggunaan sistem sensori motornya dan gerak reflek. Hingga akhirnya perilaku
reflek berubah dan menjadi mengembangkan perilaku baru. Bayi-bayi menikmati
pengulangan perilaku. Sering terjadi sesuatu yang tak terduga selama
pengulangan dan perilaku baru diketemukan. Mereka juga mencoba mengulang
perilaku baru. Pada tahap sensori motor, bayi mengembangkan konsep permanen objek. Berdasarkan teori ini
bayi mengetahui tentang objek, meliputi orang,
menghentikan kejadian yang ada saat dia berhenti melihatnya
2. Tahap
Preoperasional (sekitar 2- 7 tahun)
Piaget percaya bahwa berpikir anak-anak pada tahap ini
adalah egosentris. Mereka berpikir bahwa dunia ini hanya yang berhubungan
dengan mereka. Masa ini disebut dengan masa berpikir simbolik. Symbol atau
mental di presentasikan dengan pola yang mengikuti anak-anak memecahkan
masalah dengan berpikir sebelum
bertindak
3. Operasional
konkrit (sekitar 7 – 12 tahun)
Pada tahap
ini anak mengembangkan konsep tentang angka, hubungan (relationship), dan
proses yang baik untuk memikirkan masalah melalui kemampuan mental. Berpikir
logical memerlukan objek atau peristiwa fisik yang nyata.
Piaget menjelaskan: manipulasi pada bahan-bahan adalah
penting, dalam pesan untuk berpikir. Anak-anak pada masa ini memerlukan objek
di hadapannya yang mudah dipegang atau untuk diamati secara visual.
4. Tahap
Operasional formal (12 tahun hingga dewasa)
Logika alasan individual dan memindahkan manipulasi
konkrit ke berpikir abstrak. Kemampuan untuk menduga (hipotesis) dan berpikir
tentang apa yang akan terjadi.
B. Contoh Program Kegiatan
Bermain
Komponen
|
Uraian
|
Rentang Usia
|
Preschool
(4-5 tahun)
|
Tujuan
|
·
Anak dapat mengenal bentuk-bentuk geometri
·
Anak mampu mengurutkan bentuk geometri seperti yang
telah dicontohkan
·
Anak dapat menebak urutan bentuk selanjutnya
|
Materi
|
Bermain Pola Bentuk Geometri
|
Metode
|
Praktek
langsung
|
Media
|
·
Papan flanel
|
Urutan Kegiatan Bermain
|
1. Pendidik
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Pendidik
mengondisikan anak-anak untuk siap melakukan kegiatan
3. Pendidik dan
anak-anak membuat aturan permainan
4. Pendidik menjelaskan
cara bermain
a. Menebak nama bentuk geometri yang
ditunjuk guru
b. Menyusun
bentuk geometri dengan pola a-b-a-b atau abc-abc-abc dan lain-lain
c.
Menebak urutan berikutnya misalnya: a-b-c-d-a-b-...-...
dan lain-lain
d. Urutan dapat
berupa bentuk geometrinya atau warnanya.
5. Pendidik meminta anak-anak bermain
sendiri secara kelompok kecil (2-3 orang) maupun individual
6. Pendidik memberi reward
|
III.
Pshychosocial Theory à Erik Erikson (Jackman, Hilda L, 2012, hh4-7)
A. Basis Teori
Pengembangan Kurikulum
Erikson mendeskripsikan pertumbuhan dan
perkembangan secara
kontinu melalui kehidupan individualnya. Dia mendeskripsikan 8 tahap
perkembangan psikososial, yaitu:
a. Basic trust vs mistrust
(lahir-1 tahun)
Tahap
perkembangan ini penting untuk bayi belajar bahwa orang-orang dapat dipercaya
dan bahwa anak-anak dapat mempercayai dirinya sendiri. Cinta dan
penerimaan penting bagi anak untuk belajar bahwa
dunia ini tempat yang aman untuk hidup.
b. Outonomy vs Shame
(tahun kedua)
Tahap
ini membantu anak mengembangkan perasaan dasar seperti kontrol diri dan
kebebasan. Anak
tumbuh dengan cepat. Hal ini akan terjadi
secara signifikan selama anak usia
toddler diberi kesempatan untuk melakukannya sendiri. Hal
ini dapat terlihat ketika anak toddler
makan dan memakai baju sendiri. Secara
umum sikap “saya bisa melakukannya sendiri” dapat diterima dan dihargai oleh
orang dewasa.
c. Initiative vs Guilt
(3-5 tahun)
Selama
tahap ini, anak mulai tertarik pada eksplorasi dan memiliki kesiapan untuk
belajar. Anak perlu mengekspresikan rasa ingin tahu dan kreativitasnya melalui kesempatan
pada lingkungannya. Tahap
perkembangan ini dapat diamati ketika anak menunjukkan kemampuan kontrol tubuh
dan keterampilan motoriknya ketika mereka mengendarai sepeda roda tiga dan
berlari. Inisiatif akan
muncul ketika anak diberi kebebasan untuk berfantasi atau aktivitas bermain
dramatik.
d. Industry vs Inferiority
(6-11 tahun)
Pada
tahap hidup ini anak siap dengan tantangan baru dan ide-ide yang menakjubkan.
Anak membutuhkan kesempatan kecakapan perkembangan phisik, intelektual dan
sosial. Kecakapan terlihat oleh anak yang lebih tua pada aktivitas drama kreatif. Mereka
mengimprovisasi dialog, bermain dengan adegan dan mengevaluasi hasilnya. Hal
ini bersifat informal dan menunjukkan imajinasi individu dan kelompok,
pemecahan masalah, berpikir kritis, dan kerjasama dengan orang lain.
e. Identity
vs Role Diffusion (12-18 tahun)
f. Intimacy
vs Isolation (Young Adulthood)
g. Generative
vs Stagnation (adult middle years)
h. Ego
Integrity vs Despair (olders years)
B. Contoh Program Kegiatan
Bermain
Komponen
|
Uraian
|
Rentang Usia
|
Infant
|
Tujuan
|
·
Anak mampu mengenali Ibu dan atau keluarga terdekatnya
·
Anak memiliki kepercayaan terhadap orang-orang di
sekitarnya
|
Materi
|
Bermain Ci-luk-Ba
|
Metode
|
Praktek
langsung
|
Media
|
Anggota tubuh: tangan atau dapat juga menggunakan kain
atau benda yang dapat menutup wajah
|
Urutan Kegiatan Bermain
|
1.
Pendidik menyiapkan posisi bayi untuk berhadapan dengan
pendidik (orang dewasa)
2.
Pendidik menutup wajah dengan kedua telapak tangan
dengan mengucapkan ”Ciiiii- luk....”
3.
Pendidik membuka tangan yang menutupi wajahnya dengan
mengucapkan ”Ba” (sambil agak dikagetkan)
4.
Perhatikan reaksi bayi dengan mengamati mata dan
ekspresi wajahnya
5.
Lakukan berulang-ulang
6.
Minta bayi melakukan hal yang sama dan pendidik
berpura-pura terkejut seperti ekspresi yang ditunjukkan bayi.
|
IV. Sociocultural
Theory
-àVygotsky (Jackman,
Hilda L, 2012, hh.9-10)
A. Basis Teori
Pengembangan Kurikulum
Vygotsky
menyatakan tentang perkembangan belajar anak
dipengaruhi oleh budayanya yang meliputi budaya di lingkungan
keluarga. Fokus pada semua anak dan
memasukkan ide pada budaya dan nilai-nilai pada perkembangan anak,
khususnya perkembangan bahasa dan identitas diri. Vygotsky menyatakan bahwa bahasa
merupakan jembatan
kritis antara dunia sosial budaya dan fungsi mental
individu. Ia mengamati kemahiran bahasa
sebagai kejadian besar yang signifikan dalam perkembangan kognitif anak. Hal
itu berkembang dari bahasa ke konstruk nyata anak. Beberapa anak belajar dari
budaya di sekitarnya, termasuk interaksi dengan guru, orang tua dan kontribusi
pengalaman dengan sebaya yang signifikan untuk perkembangan intelektual anak.
Konsep Zona Perkembangan
Proksimal (ZPD),
Vygotsky menyatakan tentang Zona
Perkembangan Proksimal yang merupakan
celah antara actual development dan potential development,
dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang
dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Berdasarkan
teori vygotsky ini, pertama anak mengembangkan fungsi mental rendah seperti
persepsi sederhana, belajar asosiasi dan perhatian tanpa sengaja. Melalui
interaksi social dengan kemampuan pengetahuan yang lebih pada orang lain
seperti: keuntungan teman sebaya dan orang tua anak dapat mengembangkan fungsi mental
yang lebih tinggi seperti bahasa, ketreampilan memecahkan masalah secara logis,
alasan moral, dan skema memori.
Konsep Scaffolding
Scaffolding
merupakan hal yang
penting karena adanya perbedaan tingkat kemampuan dengan ZPD. Scaffolding adalah
pijakan yang diberikan orang dewasa (pendidik)
agar
anak dapat mencapai tingkat perkembangan selanjutnya. Untuk memfasilitasi scaffolding ini guru harus memahami
kemampuan anak melalui observasi, setiap perkembangan belajar dan menyediakan
tahapan yang dibutuhkan anak.
B. Contoh Program Kegiatan
Bermain
Komponen
|
Uraian
|
Rentang Usia
|
Preschool (5-6 tahun)
|
Tujuan
|
·
Anak mampu mengembangkan kosa kata
·
Anak mampu membuat (menyusun) struktur kalimat
sederhana
·
Anak mampu menceritakan kembali cerita yang telah
disampaikan dengan bahasanya sendiri
|
Materi
|
Bermain ”Story telling” dengan big book
|
Metode
|
Praktek
langsung
|
Media
|
Big book sesuai tema yang dibahas
|
Urutan Kegiatan Bermain
|
1.
Pendidik menyiapkan big
book yang akan digunakan untuk kegiatan story telling
2.
Pendidik menyiapkan dan mengondisikan anak-anak agar
siap mengikuti kegiatan (anak duduk di lantai/karpet)
3.
Posisi pendidik sejajar dengan anak-anak
4.
Pendidik menyebutkan judul big book dan meminta anak memperkirakan isi cerita sesuai gambar
yang terdapat dalam sampul depan big
book
5.
Pendidik membacakan big
book secara utuh, diselingi penjelasan pada bagian-bagian tertentu yang
memerlukan penjelasan
6.
Pendidik meminta anak mengikuti membaca pada setiap
halaman
7.
Pendidik meminta anak secara individual membacakan big book dengan bahasa mereka sendiri
8.
Pendidik memberikan bantuan jika anak-anak
memerlukannya
9.
Pendidik memberikan penguatan dan motivasi pada setiap
anak
|
V. Multiple Intelligences Theory
à
Howard Gardner (Jackman, Hilda, 2012, hh.10-12)
A. Basis Teori
Pengembangan Kurikulum
Gardner
mengidentifikasi eksplorasi lintas kultural pada cara-cara kecerdasan individu
yang disebut multiple intelligences.
Filosofinya juga menyatakan bahwa satu kecerdasan tidak lebih baik dari
kecerdasan lainnya. Semuanya setara nilai dan jalannya. Teori Gardner juga
menyarankan pentingnya guru memperlakukan individu secara berbeda dengan
serius. Pemahaman tentang kecerdasan ini juga terkait dengan fokus kurikulum
yang memahami kemampuan belajar anak dalam situasi baru.
Berikut ini
adalah multiple intelligences menurut
Gardner
(1983,1993).
1. Kecerdasan Linguistik
–Verbal
Dari babbling
pada bayi ke kalimat sederhana pada toddler,
kemasmpuan menggunakan bahasa dan kata hingga tumbuh ke usia dini. Bagaimanapun
menulis atau berbicara berkembang secara sensitive pada pesan dan irama
kata-kata. Lingkungan belajar termasuk kekayaan bahasa dan bahan cetak di kelas
dapat memberi kesempatan membaca, menulis,bicara dan menulis kreatif. Anak yang
cerdas verbal linguistik akan menikmati kegiatan membaca, menulis, mendengarkan
cerita, permainan kata, dan komunikasi yang efektif
2. Kecerdasan Matematika-Logika
Dimulai dengan bayi menjelajah dunianya hingga berlanjut
pada toddler menggambarkan
karakteristik objek, kemampuan untuk mengkategori objek, menggunakan angka, pola,
urutan, dan sebab akibat untuk perkembangan memecashkan masalah yang tumbuh
selama early childhood. Lingkungan
belajar akan menyediakan kesempatan untuk menghubungkan matematika dan sains
dengan situasi kehidupan nyata dengan menyediakan kegiatan yang menggunakan
matematika dan pemecahan masalah yang menyenangkan, relevan dan menantang. Anak
yang memiliki kecerdasan logika matematika mampu belajar dengan pertanyaan
dengan logika, membuat hubungan antara tempat dan informasi, mengeksplorasi,
dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara kuat serta keterampilan
menemukan alasan.
3. Kecerdasan Musikal dan Ritmik
Diawali dengan kesadaran prenatal terhadap bunyi dan
irama, kemudian menirukan suara dasn
ketukan, lalu anak mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan dan menyajika lagu-lagu sederhana maupun
kompleks dan memahami pola ketukan, irama dan bunyi. Anak tenggelam dalam musik
dan suara di dunia. Lingkungan belajar dapat menyediakan kesempatan pada
nyanyian, mendengar, kegiatan gerak, kesadaran bunyi, dan praktik serta apresiasi terhadap musik
ketika mereka menegaskan kesadaran budaya melalui musik. Anak dengan kecerdasan ini mampu berpikir dengan
melodi dan irama, menikmati kegiatan mendengarkan musik, menyanyi, menari,
berdendang, memainkan instrument musik, dan sensitif dengan lingkungan musik
4. Kecerdasan Visual Spasial
Dari kemampuan bayi untuk membedakan wajah di
sekitarnya menuju ke tahap pertam toddler.
Fasilitasi untuk memahami dunia visual dengan kesepakatan pada pengertian
selanjutnya di tahap kanak-kanak. Menciptakan imajinasi visual dengan bentuk,
warna, dan pengertian baru pada pola yang terbuka. Lingkungan belajar akan
berupa grafik di kelas yang memberikan keempatan proses visual yang baik
melalui berpikir dan merencanakan dalam bentuk tiga dimensi. Anak-anak
dengan kecerdasan visual spasial yang tinggi cenderung berpikir secara visual.
Mereka kaya dengan khayalan internal, sehingga cenderung imaginatif dan kreatif, suka menggambar, desain dan menciptakan sesuatu dan
sering melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
5. Kecedasan Body Kinestetik
Mulai mencari dan menggenggam objek dengan cara yang
berbeda dan koordinasi pada anak yang
lebih tua, kemampuan untuk menggunakan tubuh untuk mengembangkan ekspresi
dirinya yang didapat melalui otot-otot, sensai, refleks, koordinasi dan
gerakan. Lingkungan belajar dapat memberio kesempatan reflek pada tantangan
fisik setiap hari , tidak hanya di outdoor
tapi juga pada indoor. Dikelas dapat
disediakan pengelaman taktil dan penggunaan bahan manipulative pada matematika,
sains dan seni bahasa. Anak-anak dengan kecerdasan gerak
di atas rata-rata, senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki kontrol pada
gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak. Mereka
mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya.
6. Kecerdasan Interpersonal
Anak
dengan kecerdasan interpersonal yang menonjol memiliki interaksi yang baik
dengan orang lain, pintar menjalin hubungan sosial, serta mampu mengetahui dan
menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Kecerdasan ini juga sering disebut
sebagai kecerdasan sosial.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Anak
dengan kecerdasan intrapersonal yang menonjol memiliki kepekaan perasaan dalam
situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan
diri dalam situasi konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa
yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan sosial. Beberapa di antaranya
cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialaog dengan
dirinya sendiri
8. Kecerdasan Naturalis
Anak
tertarik pada melihat, mencium dan menyentuh bunga, bereaksi terhaap suara alam
seperti burung atau bermain dengan keluarga tentang pentingnya alam sekitar. Anak-anak
dengan kecerdasan alam yang menonjol memiliki ketertarikan yang besar terhadap
alam sekitar, hal ini dapat diajarkan dan dilatih sejak usia yang sangat dini.
Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam,
seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora,
benda-benda angkasa dan sebagainya.
B. Contoh Program Kegiatan
Bermain
Komponen
|
Uraian
|
Rentang Usia
|
Toddler (3-4 tahun)
|
Tujuan
|
·
Anak mampu menyebutkan kosa kata terkait dengan jual
beli (kecerdasan bahasa)
·
Anak dapat berkomunikasi dengan orang lain
(interpersonal dan bahasa)
·
Anak mampu menghitung (matematika)
·
Anak mampu membedakan bentuk dan nama-nama benda
(visual spasial)
·
Anak menunjukkan rasa percaya dirinya (intrapersonal)
·
Anak bida menjaga kebersihan (Naturalis)
|
Materi
|
Bermain Jual-jualan
|
Metode
|
Praktek
langsung
|
Media
|
Berbagai macam sayuran dan buah-buahan
|
Urutan Kegiatan Bermain
|
1.
Pendidik menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2.
Pendidik mengondisikan anak-anak untuk siap bermain
3.
Pendidik bersama anak menentukan aturan permainan
4.
Anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok kecil (2-3
orang)
5.
Anak-anak diminta menirukan kegiatan jual beli sesuai
dengan pengalaman dan imajinasinya masing-masing.
6.
Pendidik mengawasi dan sesekali membantu jika
diperlukan.
|
VI. Type of Play à Sarah Smilansky (Jackman,
Hilda L, 2012, h.21 dan Sujiono, Yuliani Nurani, 2009 hh 118-119)
A. Basis Teori
Pengembangan Kurikulum
Teori ini merupakan adaptasi tahap perkembangan bermain
kognitif dari Piaget dan dia membagi perkembangan bermain kognitif anak atas empat
kategori.
1.
Bermainan Fungsional
Ciri-cirinya adalah sederhana, menyenangkan dengan gerakan
berulang-ulang menggunakan alat atau tanpa alat, oleh anak usia sampai 2 tahun.
Melalui bermain fungsional atau juga disebut practice play/bermain praktek, anak-anak mulai merasa yakin dan
mampu akan tubuh mereka.
2.
Bermain Membangun (konstruktif)
Bermain konstruktif merupakan bentuk permainan aktif dimana
anak membangun sesuatu dengan mempergunakan bahan atau alat permainan yang ada
semula bersifat reproduktif artinya anak hanya memproduksi objek yang
dilihatnya sehari-hari atau mencontoh gambar atau bentuk yang diberikan.
3.
Bermain khayal (dramatic play)
Dalam bermain dramatisasi anak-anak menirukan
tindakan-tindakan yang dihubungkan dengan suatu perlengkapan tertentu, belajar
berperan seolah-olah mereka adalah seseorang atau sesuatu yang tidak asing lagi
bagi mereka. Kegiatan bermain ini mulai muncul pada anak usia prasekolah yang
disebut juga tahun emasnya bermain pura-pura pada anak ditaman kanak-kanak
sering muncul di area keluarga atau rumah tangga dimana tersedia alat-alat
bermain serta perlengkapan lainnya.
4.
Bermain dengan Aturan
Jenis bermain seperti ini, mengembangkan koordinasi fisik
anak, menghaluskan keterampilan sosial dan berbahasa serta membangun konsep
kerja sama dan kompetisi atau lomba.
B. Contoh Program Kegiatan
Bermain
Komponen
|
Uraian
|
Rentang Usia
|
Early childhood (4-5 tahun)
|
Tujuan
|
·
Anak mampu memahami aturan
·
Anak mampu bekerjasama dengan anak lain
·
Anak mampu menahan diri
·
Anak mampu bersikap toleransi
·
Anak mampu bergerak dengan cepat
|
Materi
|
Bermain Menjala Ikan (bermain dengan
aturan)
Ajaklah anak-anak untuk membayangkan area bermain sebagai
kolam ikan yang berisi ikan-ikan yang sangat lincah. Buatlah dua jala ikan,
masing-masing terdiri dari tiga anak yang bergandeng tangan memanjang.
Anak-anak lain menjadi ikan yang berenang lincah di dalam kolam.
·
Pada
saat aba-aba dimulai, kedua jala berusaha menangkap ikan-ikan yang berenang.
·
Ikan-ikan
harus menghindar dari tangkapan itu.
·
Ikan
yang tertangkap akan menjadi perpanjangan jala. Jika jala sudah menjadi enam
anak, maka jala harus dipecah menjadi dua buah jala.
·
Setelah
permainan berjalan selama lima menit, permainan dihentikan untuk menghitung
mata jala yang terbentuk.
·
Buatlah
lagi dua jala baru, dan permainan dimulai lagi dari awal.
|
Metode
|
Praktek
langsung
|
Media
|
Tubuh anak
|
Urutan Kegiatan Bermain
|
1.
Pendidik mengondisikan anak-anak untuk siap bermain
2.
Pendidik menjelaskan cara bermain
3.
Pendidik bersama anak menentukan aturan permainan
4.
Anak-anak diminta untuk mulai bermain
5.
Pendidik mengawasi dan memberikan bantuan/penjelasan
jika diperlukan
|
C. Daftar
Pustaka
Catron,Carol.E dan Jan Allen. Early Childhood
Curriculum: A Creative Play Model, 2nd Edition. NewJersey:
Merill Publ., 1999
Dodge, Diane Trister dan Laura J. Colker. Creative Curriculum for Early Childhood . Washington, DC: Teaching
Strategies., 2000.
Jackman,
Hilda L.. Early Education Curriculum; A Child’s Connection to the World
Fourth Edition , Delmar, USA, 2009
Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta:
Indeks, 2009Posting By: Sri Tatminingsih - S3 PAUD Universitas Negeri Jakarta
Tugas Individu Mata Kuliah Komparasi Kurikulum PAUD
Semester 2 (Maret 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar